Minggu, 13 Januari 2013

BERPACARAN (2)


PACARAN
Pertanyaan
Apakah pacaran dibenarkan agama?
Jawab
Tidak mudah menjawab pertanyaan ini, sebelum mendudukkan arti pacaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pacar diartikan sebagai “teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya untuk menjadi tunangan atau kekasih”. Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan.
Kalau demikian pengertiannya maka pacaran hanya merupakan sikap batin, namun di kalangan sementara orang khususnya remaja sikap batin ini disusul dengan tingkah laku, bedua-duaan, saling memegang, dan seterusnya.
Makhluk, termasuk manusia, remaja atau dewasa dianugrahi Tuhan rasa cinta kepada lawan jenisnya: Telah dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita (dana lelaki), anak-anak lelaki (dan anak perempuan) .... (baca selengkapnya QS. Ali Imran [3]: 14). Atas dasar itu, agama tidak menghalangi pacaran dalam pengertian sebagaimana diartikan oleh KBBI di atas. Agamanya hanya mengarahkan dan membuat pagar-pagar agar tidak terjadi “kecelakaan”.
Agama menganjurkan kepada pasangan calon suami-istri untuk terlebih dahulu saling mengenal, karena yang demikian dapat menunjang kelanggengan hidup berumah tangga, dengan diliputi oleh cinta kasih. Nabi menganjurkan calon suami melihat calon istrinya, “Lihatlah calon istrimu, karena yang demikian itu lebih wajar mendukung kelanggengan hubungan kalian berdua.
Perintah Nabi tersebut diberikan kepada al-Mughirah yang meminang tanpa melihat calon istrinya terlebih dulu sebaggaiamana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi ddan an-Nasa’i.  
Dipahami dari tujuan yang dijelaskan oleh hadits di atas bahwa calon istri pun hendaknya “melihat” calon suaminya. Dahulu “melihat” diartikan sebagai melihat wajah dan telapak tangan. Kini, sementara ulama memahaminya lebih dari itu yakni “mengenalnya lebih dekat, kalau perlu dengan bercakap atau bertukar pikiran, selama ada pihak terpercaya yang menemani mereka, untuk menghindar dari segala yang tidak diinginkan agama”. Jika pada saat terjadi pertemuan dan percakapan itu terjalin hubungan cinta kasih antara keduanya ―walaupun sebelum menikah― agama tidak menghalanginya. Bukankah tujuan mereka untuk melangsungkan perkawinan?
Akan tetapi, kalau pacaran diartikan sebagai pengertian sebagai pengertian remaja di atas, secara pasti bahwa agama dan budaya kita tidak membenarkannya, baik mereka telah berjanji setia untuk menikah maupun tidak.
[ M. Quraish Shihab menjawab ...? 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, hal: 612-613 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Pesantren

PESANTREN TANTANGAN DAN HARAPAN DI ERA GENERASI MILENIAL Oleh : Abdul Kholiq * Prolog Tradisi Pesantren adalah sistem pendidika...