CD DAN KASET AL-QUR’AN
APAKAH HUKUMNYA SEPERTI MUSHAF?
Pertanyaan: Seperti dimaklumi, sekarang ini banyak beredar CD dan
kaset al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat. Padahal kita tahu, al-Qur’an
memiliki beberapa khususiyah (kekhususan). Salah satunya adalah tidak boleh
disentuh kecuali dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar. Pertanyaan saya
adalah: apakah CD atau kaset al-Qur’an secara hukum disamakan dengan al-Qur’an,
sehingga untuk menyentuhnya diperlukan berwudlu dulu? (Nazar, Yogya)
Jawab:
Pertanyaan ini sangat menarik dan penting sekali. Sekarang, pada era komputer,
penggunaan CD al-Qur’an sudah banyak. Pemilik komputer yang memiliki CD
al-Qur’an, tidak hanya bisa menampilkan ayat-ayat al-Qur’an di layar monitor,
tetapi juga bacaan, dan terjemahan, lengkap dengan bermacam penafsiran para
ulama yang dinukil dari berbagai kitab tafsir.
Jadi
sangat praktis sekali. CD ini bisa diperoleh dengan mudah di toko dengan harga
yang relatif murah. Tidak hanya al-Qur’an, sekarang banyak pula CD yang berisi
kitab-kitab keislaman dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir,
bahasa dan lain-lain.
Penggunaan
CD dan kaset al-Qur’an menjadi masalah, lantaran al-Qur’an atau lebih tepatya
mushaf sebagaimana diungkapkan penanya mempunyai beberapa khususiyah, atau
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab atau buku lain. Salah satunya
adalah tidak boleh disentuh dalam keadaan tidak suci, karena menyandang hadas
kecil maupun besar. Berbeda dengan membacanya, yang tidak diperkenankan bagi
penyandang hadas besar saja.
Larangan
menyentuh mushaf dalam keadaan hadas, misalnya didasarkan pada sebuah
kitab/surat yang ditulis Rasulullah Saw. dan ditujukan kepada Amru Ibnu Hazm,
yang termaktub di dalamnya “la yamassu al-Qur’aan illa thahir”, artinya:
tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.
Yang
dimaksud orang suci (thahir) adalah orang yang terbebas dari hadas.
Pelarangan ini, oleh penulis kitab Mausu’ah al Ijma’ fi al Fiqh al Islamiy,
dimasukkan ke dalam kategori permasalahan yang mujma’ ‘alaih, dalam artian
telah disepakati hukumnya oleh para ulama. (Subul as-Salam, I, h. 70, Mausu’ah
al-Ijma’ fi al-Fiqh al-Islami, h. 878 )
Definisi
Mushaf
Kaset
dan CD al-Qur’an sudah barang tentu merupakan fenomena baru, yang belum terjadi
pada zaman ulama mengarang kitab-kitab fiqihnya.
Oleh
karenanya, untuk memperoleh mengenai jawaban tersebut secara harfiyah/tekstual
sangat sulit sekali. Apalagi ada sebagian ulama ada yang menghindari
membicarakan persoalan yang belum terjadi (al-fardhiyyat).
Tetapi
paling tidak, pertanyaan tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada
definisi mushaf. Apakah mushaf itu? Lalu apakah CD dan kaset al-Qur’an dapat
dinamakan mushaf.
Penulis
kitab I’anah Ath-Thalibin, mendefinisikan mushaf sebagai nama untuk
kertas (al-waraq) yang ditulisi kalamullah. Sementara dalam kitab Hasiyah
Al-Bajuri disebutkan, bahwa mushaf adalah: nama sesuatu yang ditulisi
kalamullah. Definisi ulama-ulama yang lain tidak berbeda dengannya. Dari dua
definisi ini, dapat kita lihat bahwa tulisan merupakan faktor penentu, apakah
sesuatu itu dinamakan mushaf atau bukan. (I’anah Ath-Thalibin, I, h. 66,
Al-Bajuri, I, h. 144)
Pada
sisi lain, baik CD maupun kaset tidak memuat tulisan huruf al-Qur’an. Dari dua
premis tersebut maka muncullah satu natijah (konklusi) bahwa CD dan
kaset al-Qur’an bukan mushaf.
Alasannya
jelas, yaitu; tidak adanya tulisan al-Qur’an. Karena bukan mushaf dengan
sendirinya, menyentuhnya tidak diharuskan berwudlu terlebih dulu.
Nampaknya
CD dan kaset al-Qur’an mempunyai persamaan dengan penghapal al-Qur’an yang
populer mendapat julukan al-hafizh. Orang yang hapal al-Qur’an diluar
kepala (bi al-ghaib), tidak dinamakan mushaf, misalkan mampu mengucapkan
seluruh ayat al-Qur’an mulai surat al-Fatihah sampai an-Nas secara fasih.
Sehingga kita dapat bersalaman dengannya dalam keadaan menanggung hadas
sekalipun.
Terakhir,
perlu juga diketahui, permasalahan tersebut dengan jawaban yang sama, pernah
dibahas dalam Muktamar Nahdhatul Ulama ke-26 di Semarang, sebagai termaktub
dalam kitab Ahkam Al-Fuqaha’, yang memuat semua hasil Muktamar dan Munas
NU ke-1 s/d 29, yang diterbitkan oleh PP RMI. Ada baiknya kitab tersebut
dimiliki, karena memuat beragam masalah dalam berbagai aspek kehidupan. [ Dialog
Problematika Umat. KH. MA. Sahal Mahfudh. hal. 416-418 ]
326. PIRINGAN HITAM ATAU KASET
AL-QR’AN
Soal
: Apakah piringan hitam atau kaset (yang merupakan tasjil shaut) dari
al-Qur’an itu mempunyai kedudukan hukum Qur’aniyah yang sama pula?
Jawab
: Piringan hitam atau kaset yang merekam al-Qur’an adalah bukan mushaf, sebab
barang-barang tersebut tidak masuk dalam ta’rif Mushaf.
Selanjutnya
mengenai hukum mendengarkan suara al-Qur’an yang keluar dari piringan hitam
atau dari kaset adalah:
a.
Suara yang didengar dari piringan hitam
atau kaset itu sama dengan suara al-Qur’an yang didengar dari jamadat (benda
mati), maka tidak dihukumi al-Qur’an. Keterangan ini diambil dari kitab Anwar
al-Syuruq fi Ahkam al-Shunduq, halaman 31 Syaikh Abdul Qadir al-Ahdali
membolehkan mendengarkan piringan hitam dengan istilah la ba’sa bih. Beliau
menjelaskan hal ini dengan syairnya:
وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ * فَقُلْتُ بَحْثًا أَنَّهُ
لَا بَأْسَ بِهِ
Aku pernah ditanya tentang mendengarkan
alat musik,
Maka
aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.
b.
Pendapat Syekh Ali al-Maliki dalam
kitabnya Anwar al Syuruq fi Ahkam
Al-Shunduq, halaman 31 beliau memberi alasan-alasan secara panjang lebar,
akhirnya beliau memberi kesimpulan, bahwa merekam al-Qur’an atau kaset dalam
piringan hitam dan menggunakannya itu tidak lepas dari menghina atau
merendahkan martabat al-Qur’an. Karena itu, merekam al-Qur’an dalam kaset atau
piringan hitam sebagaimana yang maklum itu hukumnya haram pula mendengarkan
al-Qur’an darinya.
c.
Menurut qaul mukhtar ‘inda al-Hanafiyyah
sebagaimana tersebut dalam al-Fatawa al-Syar’iyyah, karya Husai
Mahluf juz I, halaman 289: “Mendengar ayat sajdah dari buru ng seperti
Beo, menurut pendapat terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang
sebenarnya, namun sekedar kicauan yang tidak dimengerti. Pendapat yang lain
menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah
mendengarkanfirman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.”
Keterangan, dari kitab:
1.
I’anah al-Thalibin, Jilid I, hal: 66, cet. Dar
Ihya’ al Kutub al-‘Arabiyyah.
وَلَا
يَخْفَى أَنَّ الْمُصْحَفَ اِسْمٌ لِلْوَرَقِ الْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلَامُ اللهِ
تَعَالَى
Dan tidak samar lagi, bahwa mushaf
itu adalah nama bagi kertas yang tertulis firman Alla Ta’ala.
2.
Hasiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, Jilid I, hal: 118, cet. Syarikah
al-Ma’arif.
اَلْمُصْحَفُ
اِسْمٌ لِلْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلَامُ اللهِ بَيْنَ دَفَتَيْنِ أَىْ بَيْنَ
دَفَتَيِ الْمُصْحَفِ
Mushaf adalah nama bagi sesuatu yang
tertulis firman Allah Swt. yang berada di antara dua sampul.
3.
Anwar al Syuruq fi Ahkam Al-Shunduq, hal: 10.
وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ
* فَقُلْتُ
بَحْثًا أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ
Aku pernah ditanya tentang mendengarkan
alat musik,
Maka
aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.
4.
Al-Fatawa al-Syar’iyyah, Juz I, hal: 298.
وَقَدْ نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ إِنْ سَمِعَ آيَةَ السَّجْدَةِ
مِنَ الطَّيْرِ كَالْبَبْغَاءِ، لَا يَجِبُ عَلَيْهِ السَّجْدَةُ فِى الْقَوْلِ الْمُخْتَارِ،
لِأَنَّهَا لَيْسَتْ قِرَاءَةً، بَلْ مُحَاكَةً لِعَدَمِ التَّمْيِيْزِ. وَقِيْلَ:
يَجِبُ لِأَنَّ السَّامِعَ قَدْ سَمِعَ كَلَامَ اللهِ وَإِنْ كَانَ مِنَ الطَّيْرِ
الْحَاكِى.
Kalangan
Hanafiyyah menyatakan, bahwa mendengar ayat sajadah dari burung seperti Beo,
menurut pendapat yang terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang
sebenarnya, namun sekedar kicauan, karena tidak ada tamyiz darinya. Pendapat
lain menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah
mendengarkan firman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.
[
Ahkam Al-Fuqaha’ Solusi Problematika Aktul Hukum Islam, edisi terbaru. hal.
363-365 ]
Dari
kutipan kajian-kajian fiqih di atas, dapatlah menjadi jelas bagi kita tentang
status hukum dari CD dan kaset al-Qur’an, yakni bahwa keduanya bukan termasuk
mushaf, yang dengan konklusi ini, maka diperbolehkan bagi siapapun untuk
membawa atau memegangnya kendatipun ia sedang menanggung hadas baik hadas kecil
ataupun hadas besar. Alasannya cukup kuat dan logis, bahwa CD
dan kaset al-Qur’an tidak tercakup dalam dari definisi atau pengertian mushaf
yang mulia itu.
Lalu
bagaimana dengan semisal laptop, HP Android, CPU Komputer dll. Adakah alat-alat
tersebut juga termasuk kategori mushaf?
Hemat
kami, sebagaimana argumentasi yang cukup brilian telah disampaikan oleh KH. MA.
Sahal Mahfudh di atas, alat-alat yang tersebut belakangan ini juga bisa di
analogikan dengan jawaban hukum untuk CD dan kaset al-Qur’an tersebut. wa
Allah a’lam bi as-showab.
Si Doel El Qudsiy.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar