Minggu, 23 Desember 2012

CD Al-Qur'an Adakah Termasuk Mushaf


CD DAN KASET AL-QUR’AN
APAKAH HUKUMNYA SEPERTI MUSHAF?
Pertanyaan: Seperti dimaklumi, sekarang ini banyak beredar CD dan kaset al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat. Padahal kita tahu, al-Qur’an memiliki beberapa khususiyah (kekhususan). Salah satunya adalah tidak boleh disentuh kecuali dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar. Pertanyaan saya adalah: apakah CD atau kaset al-Qur’an secara hukum disamakan dengan al-Qur’an, sehingga untuk menyentuhnya diperlukan berwudlu dulu? (Nazar, Yogya)
Jawab: Pertanyaan ini sangat menarik dan penting sekali. Sekarang, pada era komputer, penggunaan CD al-Qur’an sudah banyak. Pemilik komputer yang memiliki CD al-Qur’an, tidak hanya bisa menampilkan ayat-ayat al-Qur’an di layar monitor, tetapi juga bacaan, dan terjemahan, lengkap dengan bermacam penafsiran para ulama yang dinukil dari berbagai kitab tafsir.
Jadi sangat praktis sekali. CD ini bisa diperoleh dengan mudah di toko dengan harga yang relatif murah. Tidak hanya al-Qur’an, sekarang banyak pula CD yang berisi kitab-kitab keislaman dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, bahasa dan lain-lain.
Penggunaan CD dan kaset al-Qur’an menjadi masalah, lantaran al-Qur’an atau lebih tepatya mushaf sebagaimana diungkapkan penanya mempunyai beberapa khususiyah, atau keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab atau buku lain. Salah satunya adalah tidak boleh disentuh dalam keadaan tidak suci, karena menyandang hadas kecil maupun besar. Berbeda dengan membacanya, yang tidak diperkenankan bagi penyandang hadas besar saja.
Larangan menyentuh mushaf dalam keadaan hadas, misalnya didasarkan pada sebuah kitab/surat yang ditulis Rasulullah Saw. dan ditujukan kepada Amru Ibnu Hazm, yang termaktub di dalamnya “la yamassu al-Qur’aan illa thahir”, artinya: tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.
Yang dimaksud orang suci (thahir) adalah orang yang terbebas dari hadas. Pelarangan ini, oleh penulis kitab Mausu’ah al Ijma’ fi al Fiqh al Islamiy, dimasukkan ke dalam kategori permasalahan yang mujma’ ‘alaih, dalam artian telah disepakati hukumnya oleh para ulama. (Subul as-Salam, I, h. 70, Mausu’ah al-Ijma’ fi al-Fiqh al-Islami, h. 878 ) 
Definisi Mushaf
Kaset dan CD al-Qur’an sudah barang tentu merupakan fenomena baru, yang belum terjadi pada zaman ulama mengarang kitab-kitab fiqihnya.
Oleh karenanya, untuk memperoleh mengenai jawaban tersebut secara harfiyah/tekstual sangat sulit sekali. Apalagi ada sebagian ulama ada yang menghindari membicarakan persoalan yang belum terjadi (al-fardhiyyat).
Tetapi paling tidak, pertanyaan tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada definisi mushaf. Apakah mushaf itu? Lalu apakah CD dan kaset al-Qur’an dapat dinamakan mushaf.
Penulis kitab I’anah Ath-Thalibin, mendefinisikan mushaf sebagai nama untuk kertas (al-waraq) yang ditulisi kalamullah. Sementara dalam kitab Hasiyah Al-Bajuri disebutkan, bahwa mushaf adalah: nama sesuatu yang ditulisi kalamullah. Definisi ulama-ulama yang lain tidak berbeda dengannya. Dari dua definisi ini, dapat kita lihat bahwa tulisan merupakan faktor penentu, apakah sesuatu itu dinamakan mushaf atau bukan. (I’anah Ath-Thalibin, I, h. 66, Al-Bajuri, I, h. 144)
Pada sisi lain, baik CD maupun kaset tidak memuat tulisan huruf al-Qur’an. Dari dua premis tersebut maka muncullah satu natijah (konklusi) bahwa CD dan kaset al-Qur’an bukan mushaf.
Alasannya jelas, yaitu; tidak adanya tulisan al-Qur’an. Karena bukan mushaf dengan sendirinya, menyentuhnya tidak diharuskan berwudlu terlebih dulu.
Nampaknya CD dan kaset al-Qur’an mempunyai persamaan dengan penghapal al-Qur’an yang populer mendapat julukan al-hafizh. Orang yang hapal al-Qur’an diluar kepala (bi al-ghaib), tidak dinamakan mushaf, misalkan mampu mengucapkan seluruh ayat al-Qur’an mulai surat al-Fatihah sampai an-Nas secara fasih. Sehingga kita dapat bersalaman dengannya dalam keadaan menanggung hadas sekalipun.
Terakhir, perlu juga diketahui, permasalahan tersebut dengan jawaban yang sama, pernah dibahas dalam Muktamar Nahdhatul Ulama ke-26 di Semarang, sebagai termaktub dalam kitab Ahkam Al-Fuqaha’, yang memuat semua hasil Muktamar dan Munas NU ke-1 s/d 29, yang diterbitkan oleh PP RMI. Ada baiknya kitab tersebut dimiliki, karena memuat beragam masalah dalam berbagai aspek kehidupan. [ Dialog Problematika Umat. KH. MA. Sahal Mahfudh. hal. 416-418 ]

326. PIRINGAN HITAM ATAU KASET AL-QR’AN
Soal : Apakah piringan hitam atau kaset (yang merupakan tasjil shaut) dari al-Qur’an itu mempunyai kedudukan hukum Qur’aniyah yang sama pula?
Jawab : Piringan hitam atau kaset yang merekam al-Qur’an adalah bukan mushaf, sebab barang-barang tersebut tidak masuk dalam ta’rif Mushaf.
Selanjutnya mengenai hukum mendengarkan suara al-Qur’an yang keluar dari piringan hitam atau dari kaset adalah:
a.    Suara yang didengar dari piringan hitam atau kaset itu sama dengan suara al-Qur’an yang didengar dari jamadat (benda mati), maka tidak dihukumi al-Qur’an. Keterangan ini diambil dari kitab Anwar al-Syuruq fi Ahkam al-Shunduq, halaman 31 Syaikh Abdul Qadir al-Ahdali membolehkan mendengarkan piringan hitam dengan istilah la ba’sa bih. Beliau menjelaskan hal ini dengan syairnya:
وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ   *   فَقُلْتُ بَحْثًا أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ
Aku pernah ditanya tentang mendengarkan alat musik,
Maka aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.
b.    Pendapat Syekh Ali al-Maliki dalam kitabnya  Anwar al Syuruq fi Ahkam Al-Shunduq, halaman 31 beliau memberi alasan-alasan secara panjang lebar, akhirnya beliau memberi kesimpulan, bahwa merekam al-Qur’an atau kaset dalam piringan hitam dan menggunakannya itu tidak lepas dari menghina atau merendahkan martabat al-Qur’an. Karena itu, merekam al-Qur’an dalam kaset atau piringan hitam sebagaimana yang maklum itu hukumnya haram pula mendengarkan al-Qur’an darinya.
c.    Menurut qaul mukhtar ‘inda al-Hanafiyyah sebagaimana tersebut dalam al-Fatawa al-Syar’iyyah, karya Husai Mahluf juz I, halaman 289: “Mendengar ayat sajdah dari buru ng seperti Beo, menurut pendapat terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang sebenarnya, namun sekedar kicauan yang tidak dimengerti. Pendapat yang lain menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah mendengarkanfirman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.”
Keterangan, dari kitab:   
1.    I’anah al-Thalibin, Jilid I, hal: 66, cet. Dar Ihya’ al Kutub al-‘Arabiyyah.
وَلَا يَخْفَى أَنَّ الْمُصْحَفَ اِسْمٌ لِلْوَرَقِ الْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلَامُ اللهِ تَعَالَى
Dan tidak samar lagi, bahwa mushaf itu adalah nama bagi kertas yang tertulis firman Alla Ta’ala.
2.    Hasiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, Jilid I, hal: 118, cet. Syarikah al-Ma’arif.
اَلْمُصْحَفُ اِسْمٌ لِلْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلَامُ اللهِ بَيْنَ دَفَتَيْنِ أَىْ بَيْنَ دَفَتَيِ الْمُصْحَفِ
Mushaf adalah nama bagi sesuatu yang tertulis firman Allah Swt. yang berada di antara dua sampul.
3.    Anwar al Syuruq fi Ahkam Al-Shunduq, hal: 10.
وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ   *   فَقُلْتُ بَحْثًا أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ
Aku pernah ditanya tentang mendengarkan alat musik,
Maka aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.
4.    Al-Fatawa al-Syar’iyyah, Juz I, hal: 298.
وَقَدْ نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ إِنْ سَمِعَ آيَةَ السَّجْدَةِ مِنَ الطَّيْرِ كَالْبَبْغَاءِ، لَا يَجِبُ عَلَيْهِ السَّجْدَةُ فِى الْقَوْلِ الْمُخْتَارِ، لِأَنَّهَا لَيْسَتْ قِرَاءَةً، بَلْ مُحَاكَةً لِعَدَمِ التَّمْيِيْزِ. وَقِيْلَ: يَجِبُ لِأَنَّ السَّامِعَ قَدْ سَمِعَ كَلَامَ اللهِ وَإِنْ كَانَ مِنَ الطَّيْرِ الْحَاكِى.
Kalangan Hanafiyyah menyatakan, bahwa mendengar ayat sajadah dari burung seperti Beo, menurut pendapat yang terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang sebenarnya, namun sekedar kicauan, karena tidak ada tamyiz darinya. Pendapat lain menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah mendengarkan firman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.
[ Ahkam Al-Fuqaha’ Solusi Problematika Aktul Hukum Islam, edisi terbaru. hal. 363-365 ]

Dari kutipan kajian-kajian fiqih di atas, dapatlah menjadi jelas bagi kita tentang status hukum dari CD dan kaset al-Qur’an, yakni bahwa keduanya bukan termasuk mushaf, yang dengan konklusi ini, maka diperbolehkan bagi siapapun untuk membawa atau memegangnya kendatipun ia sedang menanggung hadas baik hadas kecil ataupun hadas besar. Alasannya cukup kuat dan logis, bahwa CD dan kaset al-Qur’an tidak tercakup dalam dari definisi atau pengertian mushaf yang mulia itu.
Lalu bagaimana dengan semisal laptop, HP Android, CPU Komputer dll. Adakah alat-alat tersebut juga termasuk kategori mushaf?
Hemat kami, sebagaimana argumentasi yang cukup brilian telah disampaikan oleh KH. MA. Sahal Mahfudh di atas, alat-alat yang tersebut belakangan ini juga bisa di analogikan dengan jawaban hukum untuk CD dan kaset al-Qur’an tersebut. wa Allah a’lam bi as-showab.

Si Doel El Qudsiy.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Pesantren

PESANTREN TANTANGAN DAN HARAPAN DI ERA GENERASI MILENIAL Oleh : Abdul Kholiq * Prolog Tradisi Pesantren adalah sistem pendidika...