Jumat, 03 Agustus 2018

Tentang Pesantren


PESANTREN
TANTANGAN DAN HARAPAN DI ERA GENERASI MILENIAL
Oleh : Abdul Kholiq*
Prolog
Tradisi Pesantren adalah sistem pendidikan Islam yang tumbuh sejak awal kedatangan Islam di Indonesia, yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi objek penelitian para sarjana yang mempelajari Islam di wilayah ini. Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh daya tarik yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tradisional tertua di Indonesia itu. Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. (HC) KH. MA. Sahal Mahfudh (al-maghfurlahu) bahwa sebagai lembaga tafaqquh fiddīn (pendalaman ilmu agama), pesantren yang tersebar luas di Indonesia sejak munculnya hingga sekarang memang mempunyai daya tarik, baik dari sosok luarnya, kehidupan sehari-harinya, potensi dirinya, isi pendidikannya, maupun sistem dan metodenya. Semua sisi pesantren amat menarik untuk dikaji, oleh karenanya banyak ilmuwan baik dari dalam maupun luar negeri yang mengarahkan perhatian dan penelitiannya pada pesantren.
Elemen Utama Pesantren
Pesantren sebagai lingkungan pendidikan para santri adalah merupakan miniatur dari kehidupan bermasyarakat. Hampir semua tatanan kehidupan yang ada di pondok pesantren akan dijumpai oleh para santrinya saat dirinya terjun di masyarakat. Sebagai miniatur kehidupan, para santri belajar di pesantren secara totalitas. Bila dibandingkan dengan lingkungan pendidikan parsial yang ditawarkan oleh sistem pendidikan publik Indonesia sekarang, yang menjadi pendidikan umum bangsa, maka pesantren  dengan sendirinya merupakan suatu kultur yang unik, meminjam istilah KH. Abdurrahman Wahid yang populer dengan sebutan Gus Dur presiden RI ke-4,  keunikan pesantren yang demikian itu beliau istilahkan sebagai subkultur dari masyarakat Indonesia.
Dalam pandangan Gus Dur, pesantren sebagai sebuah subkultur  didasarkan atas tiga elemen pokok. Pertama; pola kepemimpinan kiai di dalam pesantren yang berada di luar kepemimpinan pemerintahan desa. Kedua; literatur universalnya (kitab-kitab salaf) yang terus terpelihara selama berabad-abad. Ketiga; sistem nilainya sendiri yang terpisah dari yang diikuti oleh masyarakat luas. Dengan ketiga elemen tersebut, setiap pesantren mengembangkan kurikulum dan membangun lembaga-lembaga pendidikannya sendiri.
Secara lebih rinci, Zamakhsyari Dhofir menyebutkan ada lima elemen pokok dari pesantren. Pertama; pondok, sebuah asrama pendidikan Islam tradisional sebagai tempat tinggal bersama bagi para santri. Kedua; masjid (musholla), merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren serta merupakan tempat yang paling tepat untuk mendidik santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dll. Ketiga; santri, yaitu para murid yang belajar ilmu agama kepada kiai di pesantren. Ada dua macam santri: 1) santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam komplek pesantren. 2) santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. Keempat; pengajaran kitab Islam klasik (kitab-kitab salaf). Kelima; kiai. Dengan terpenuhinya kelima elemen dasar tersebut, maka sebuah lembaga pendidikan berhak menyandang status sebagai  pesantren.
Dengan kelima elemen pokok tersebut, pendidikan pesantren menitik beratkan  pada fungsi dan relevansinya dengan segala aspek kehidupan. Sebagaimana dijelaskan oleh Kiai Sahal Mahfudh, sosok kiai yang mashur dengan masterpiece fiqih sosial-nya, bahwa pendidikan pesantren bertujuan untuk mencetak santrinya menjadi insan yang shâlih dan akram. Shâlih berarti, manusia yang secara potensial mampu berperan aktif, berguna, dan terampil dalam kehidupan sesama makhluk.  Sedangkan akram, merupakan pencapaian kelebihan dalam relevansinya dengan makhluk terhadap khalik, mencapai kebahagiaan di akhirat. Untuk mencapai tujuan insan yang shâlih pesantren membekali santrinya dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan kehidupan. Sedangkan untuk mencapai tujuan akram, pesantren secara institusional menekankan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan (tafaqquh fiddîn) bagi para santrinya yaitu dengan mengkaji secara mendalam kitab Islam klasik (kitab-kitab salaf).
Pesantren Menjawab Tantangan Era Generasi Milenial
Pada era generasi milenial saat ini, yakni  generasi yang dikelompokkan sebagai generasi yang lahir antara 1980-2000 atau generasi muda masa kini yang saat ini berusia antara 15–34 tahun, lembaga pendidikan pesantren dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam mendidik mereka. Hal ini dikarenakan generasi milenial mimiliki beberapa distingsi dari generasi sebelumnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Dede Rosyada, rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ini, berbagai kekhasan dari generasi ini adalah sebagai berikut:
1.       Generasi yang terbiasa dengan teknologi digital. Mereka adalah kelompok sosial yang mampu memperbesar fungsi-fungsi teknologi digital dengan fungsi yang lebih besar, dari sekedar komunikasi, sumber informasi, atau publikasi produk dan layanan jasa.  
2.      Generasi yang berpikir berbeda tentang teknologi. Generasi sebelumnya, memiliki kebiasaan kalau ada teknologi baru, mereka pelajari, pertimbangkan baru mereka pakai. Generasi milenial sekarang tidak memedulikan itu, ketika ada teknologi baru, mereka langsung gunakan, dan mereka jadikan mitra hidupnya.
3.    Generasi yang menyukai eksperimen-eksperimen dalam pemanfatan teknologi, jika gagal dalam satu kali penggunaan, mereka akan mencoba lagi, dan terus mencoba sampai mereka berhasil.
Nah itulah gambaran yang dapat kita pahami secara umum dari generasi milenial, generasi dengan tipikal karakter yang sangat akrab dengan media dan internet. Di sisi lain generasi ini rawan terhadap potensi karakter negatif sebagaimana kurang peka terhadap lingkungan sosial, pola hidup bebas, cenderung bersikap individualistik, kurang realistis, dan kurang bijak dalam menggunakan media. Kondisi tersebut jelas-jelas merupakan tantangan tersendiri bagi pesantren dalam mendidik mereka.
Dengan memahami peta tantangan yang dihadapi oleh pesantren tersebut, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah pembacaan mendalam demi menemukan strategi baru dalam menjawab tantangan era generasi milenial ini. Untuk itu diperlukan sejumlah langkah-langkah progresif dalam rangka menciptakan masyarakat pesantren yang mempunyai kemampuan sebagai agen transformasi dan perubahan sosial berdasarkan nilai-nilai luhur kepesantrenan. Jadi tugas berat pesantren tidak hanya mendidik para santri generasi milenial untuk mendalami ilmu-ilmu keagamaan (tafaqquh fiddîn) dengan mengkaji secara serius kitab-kitab Islam klasik (kitab-kitab salaf).
Sebagai langkah dalam merespon berbagai tantangan tersebut maka pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mendalami ilmu agama (tafaqquh fiddîn) harus membuka diri dengan cerdas dan cermat dari segala perubahan dan perkembangan zaman. Dinamisasi pesantren yang demikian adalah pengejawantahan dari diktum yang amat populer:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Memelihara sistematika dan metodologi lama yang masih relevan dan mengambil serta mengembangkan cara baru yang lebih baik”.
Untuk menjawab berbagai tantangan era generasi milenial di atas serta masa depan pesantren di masa yang akan datang, maka sebagai langkah terobosan yang diusahakan untuk meresponnya adalah sebagai berikut:
1)        Gerakan Ayo Mondok
Salah satu langkah penting untuk mendorong para alumni pesantren dan orang tua yang belum pernah nyantri tak ragu memilih pesantren untuk anak-anaknya adalah dengan memberikan informasi yang benar tentang pesantren. Oleh karena itu kalangan pesantren yang tergabung dalam Rabitah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) atau dikenal dengan asosiasi pesantren-pesantren NU mengadakan Gerakan Ayo Mondok.
Gerakan Ayo Mondok ini merupakan bentuk nyata dari kepedulian pesantren terhadap fenomena dunia pendidikan yang gagal menanamkan pendidikan karakter kepada pelajar dan mahasiswa. Di samping itu, gerakan ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat pesantren agar supaya bangga menjadi santri dan bagi yang belum nyantri, tak ragu untuk belajar ke pesantren. Para alumni diharapkan tak segan memondokkan anak-anaknya ke pesantren, begitu juga orang tua yang bukan alumni pesantren, tak ragu untuk memilih pesantren sebagai tempat belajar bagi anak-anaknya.
2)        Mendirikan Ma’had Aly di Berbagai Pesantren
Ma’had Aly adalah perguruan tinggi keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddîn) berbasis kitab salaf yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. Setatus hukum Ma’had Aly ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 71 tahun 2015. Kurikulum Ma’had Aly yang berbasis kitab salaf ini semakin menegaskan kedudukan pesantren dalam sistem pendidikan Nasional di Indonesia.  
Sejauh ini, jenis program studi yang ditawarkan oleh Ma’had Aly meliputi: Sejarah dan Peradaban Islam, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadits dan Ilmu Hadits, Aqidah dan Filsafat, Ilmu Falak, serta Tasawwuf dan Tarekat.  Untuk menjaga mutu dan kualitas, setiap Mahad Aly hanya membuka satu program studi.
Ucapan rasya syukur Alhamdulillah patut kita ekspresikan oleh karena madrasah tercinta Tasywiquth-Thullab Salafiyah (TBS) secara resmi telah memperoleh ijin dari Kementrian Agama untuk turut serta ambil bagian dalam menyelenggarakan pendidikan Ma’had Aly ini dengan konsentrasi pada Ilmu Falak. Pada hari Sabtu, 7 April 2018 Ma’had Aly TBS dibuka secara resmi dengan ditandai penyerahan SK Izin Pendirian yang dihadiri oleh para kiai dan para santri dari berbagai Pondok Pesantren di Kabupaten Kudus,.
Epilog
Di masa lalu pesantren telah mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan yang datang dari luar dengan sukses. Sebagai contoh capaian prestasi yang sangat mengagumkan tersebut adalah munculnya para alumni pesantren yang tersebar luas di tengah kehidupan masyarakat yang mendapat legitimasi dari masyarakat sebagai ulama atau kiai yang tangguh dan mampu mengembangkan dirinya di bidang keilmuan agama Islam, dibarengi dengan kepekaan yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial dan lingkungan. Sosok figur dengan kepribadian yang demikian adalah merupakan representasi dari tujuan pesantren yaitu mencetak insan yang shâlih dan akram. Prestasi ini kita harapkan dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan oleh pesantren pada era milenial ini dan era-era yang akan datang tentunya. Semoga tujuan mulia ini diberikan kemudahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, amien. [ ]

Kudus, 01 Juni 2018
Referensi :
1.      Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Karya : DR. (H.C.) KH. Abdurrahman Wahid.
2.      Islam Kosmopolitan. Karya : DR. (H.C.) KH. Abdurrahman Wahid.
3.      Nuansa Fiqh Sosial. Karya : DR. (H.C.) KH. MA. Sahal Mahfudh.
4.      Tradisi Pesantren. Karya : Prof. Dr. Zamakhsyari Dhofier, M.A.
5.      Madrasah dan Profesionalisme Guru. Karya : Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
6.      Paradigma Baru Pesantren. Karya : Prof. Dr. Abu Yasid, M.A., dkk.
7.      http://www.nu.or.id/post/read/85780/nahdlatul-ulama-dan-pesantren-di-era-milenial

*   Abdul Kholiq Ibnu Tulabi (Si Doel El Qudsiy)
Staf Pengajar di Madrasah TBS Kudus dan Pembina Pon-Pes Ath-Thullab

Tentang Pesantren

PESANTREN TANTANGAN DAN HARAPAN DI ERA GENERASI MILENIAL Oleh : Abdul Kholiq * Prolog Tradisi Pesantren adalah sistem pendidika...